ESENSI METODE MONTESSORI
A.
Biografi Maria Montessori
Seorang perempuan berkebangsaan Italia yang memiliki nama lengkap
Maria Montessori dilahirkan pada tanggal 31 Agustus 1870 di kota Chiaravalle,
provinsi Ancona, Italia Utara. Ayah Maria Alessandro Montessori adalah tentara
pejuang yang mendukung persatuan Italia dan memiliki pemikiran sangat
tradisional serta militan. Renilde Stoppani, ibu Maria Montessori berasal dari
keluarga kaya dan berpendidikan tinggi. Menururt Kramer sebagaimana dikutip
oleh Agustina Prasetyo Magini, Renilde Stoppani disebut sebagai “wanita dalam
era transisi”.[1]
Selepas dari militer, Alessandro menjadi pegawai negeri. Setelah
berhasil membantu persatuan Italia, Alessandro diangkat sebagai karyawan
kepausan dan bekerja sebagai akuntan di departermen keuangan. Namun pada tahun
1853, Alessandro mengundurkan diri dan memilih menjadi pengawas atau
“inspektur” perusahaan garam dan tembakau “Comachio e Cervia” yang masih
berada dibawah kantor kementrian keuangan. Sebagai inspektur, Alessandro sering
ditugaskan ke berbagai tempat. Pada tahun 1865 Alessandro ditugaskan di
Chiaravalle, yang kemudian pada saat itulah ia bertemu dengan Renilde Stoppani
seorang wanita cantik keturunan bangsawan.
Alessandro dan Renilde menikah pada musim semi tahun 1866. Saat itu
Alessandro berusia 33 tahun, tetapi sudah memiliki pekerjaan dengan jabatan
tinggi. Setelah menikah Alessandro ditugaskan ke Venice. Pada tahun 1869,
mereka kembali Chiarvalle. Setahun kemudian, lahirlah Maria. Mengingat jasa
alessandro Montessori yang sangat besar terhadap pemerintah Italia, ia
mendapatkan anugerah jasa “Cavaliere” yang setingkat dengan gelar
kebangsawanan dari kerajaan Inggris pada tahun 1880. Saat itu maria masih
berusia 10 tahun dan Alessandro berusia 48 tahun.
Renilde stoppani, meskipun mengikuti pola hidup tradisional dengan
mendedikasikan hidupnya sebagai ibu rumah tangga, namun ia tetap mendukung
ambisi dan keinginan anaknya dalam melawan arus stereotipe wanita pada masa
itu. Renilde sangat liberal dan mengagumi sepupunya, Antonio Stoppani.[2]
Dia adalah pakar di bidang ilmu Bumi dan Paleontologi (Ilmu Fosil). Sumbangan
Antonio adalah pandangan positif tentang ilmu bumi dan fosil yang saat itu
sedikit bertentangan dengan dogma gereja.
Maria tumbuh dan berkembang diantara orang-orang berjiwa patriotik
dan sangat terbuka terhadap kemajuan. Namun jika ia sendiri tidak memiliki
krakter istimewa dari dalam dirinya, tentu ia tidak akan memiliki kepekaan
terhadap problematika sosial yang ada saat itu. Maria dibesarkan dalam pola
keluarga tradisional, yaitu ayah bekerja dan ibu sebagai ibu rumah tangga.
Maria hidup dalam keluarga yang terbuka, demokratis, dan disiplin.
Maria sejak kecil diwajibkan oleh ibunya untuk merenda dan membuat
sesuatu untuk dibagikan kepada orang-orang miskin. Pengalaman inilah menjadi
pembelajaran tentang kepekaan sosial yang ditanamkan oleh ibunya kepada maria.
Selain itu, Maria kecil diwajibkan ibunya untuk membantu membersihkan lantai.
Pengalaman ini yang kemudian dijadikan Maria sebagai dasar pembelajaran
“kehidupan sehari-hari” dalam pendekatannya. [3]
B.
Latar belakang pendidikan Maria Montessori
Pada tahun 1876 tepatnya saat Maria memasuki usia enam tahun, ia
memasuki sekolah dasar di Roma. Sejak SD Maria sudah memiliki ketertarikan yang
besar terhadap ilmu matematika. Maka, sewaktu SMA ia lebih memilih jurusan
teknik. Maria menyelesaikan sekolah dasarnya pada pertengahan tahun 1881. Pada
waktu itu, sekolah dasar berlangsung selama lima tahun dan sistempendidikan di
Italia belummengenal sekolah menengah pertama. Waktu itu hanya ada sekolah
kejuruan yang berlangsung selama tiga tahun. Sekolah kejuruan tersebut dapat
disamakan dengan sekolah menengah pertama saat ini.
Kita dapat mengikuti alur pendidikan Maria Montessori berdasarkan
sistem pendidikan Italia pada saat itu sebagai berikut:[4]
1.
Tahun 1876/1877 hingga 1880/1881, Maria belajar di SD Via di San
Nicolo dari Tolentino. Meskipun disebutkan bahwa sekolah dasar ditempuh selama5
tahun, terdapat data yang tidak jelas
untuk tahun ajaran 1881/1882 dan tahun ajaran 1882/1883.
2.
Tahun 1883/1884 hingga 1885/1886, Maria belajar di sekolah kejuruan
teknik Regia Scuola Tecnica Michelangelo Buonarotti.
3.
Tahun 1886/1887 hingga 1889/1890, Maria belajar di akedemi kejuruan
teknik Regio Istituto tecnico Leonardo da Vinci dan mengambil jurusan Ilmu
Fisika dan Matematika.
4.
Tahun 1890/1891 hingga 1891/1892, Maria kuliah di Universitas La
sapienza Roma, Fakultas Ilmu Pengetahuan Alam (IPA).
5.
Tahun 1892/1893 hingga 1895/1896, Maria beralih ke Fakultas
Kedokteran dan menyelesaikan studinya.
Pada saat Maria
merasa tidak mengalami kesulitan dalam belajar dan selalu lulus ujian atau tes
secara mudah, saat itulah ia mulai tertarik untuk belajar lebih serius. Ia
sangat tertarik pada ilmu Matematika. Kadang-kadang, saat pelajaran teater di
sekolah diam-diam Maria membawa
buku matematikanya dan mempelajarinya dalam cahaya remang-remang. Ketertarikan
yang besar terhadap ilmu matematika menyebabkan Maria meneruskan sekolahnya di
sekolah kejuruan dasar teknik.
Memilih jurusan
teknik tentu saja dianggap berlebihan oleh ayah Maria. Pada masa itu, wanita
bergelar sarjana teknik belum pernah terpikirkan sama sekali, apa lagi ia
berdarah bangsawan. Ambisi untuk mengambil sekolah jurusan teknik dinilai
sangat tidak masuk akal karena sekolah teknik didominasi oleh laki-laki, dan
tidak ada satupun siswa wanita di sekolah itu.
Renilde
mendukung Maria untuk berani melawan arus dan berjuang mewujudkan impiannya.
Hal itu tampak setelah Maria lulus dari sekolah kejuruan dasar teknik. Maria
ingin melanjutkan ke akademi kejuruan teknik, namun sekali lagi ia mendapat
tantangan keras dari ayahnya. Berkat kegigihan dan dukungan kuat ibunya,
akhirnya Maria diizinkan masuk Institut Ilmu Teknik dan lulus dengan nilai
akhir 137 dari 150. Nilai Maria yang sangat bagus tersebut kian membuka
jalannya ke Universitas.
Seiring
berjalannya waktu, minat Maria terhadap ilmu teknik dan matematika berubah
menjadi ketertarikan terhadap ilmu biologi. Oleh karena itu, setelah menyelesaikan
sekolahnya di Institut Ilmu Teknik, Maria ingin mengambil kuliah di fakultas
Kedokteran. Sekali lagi, keinginan Maria mendapat tantangan keras dari
keluarganya, bahkan juga dari pihak universitas. Paradigma masyarakat pada saat
itu, tidak mungkin seorang wanita mempelajari ilmu kedokteran, dan ilmu
kedokteran hanya boleh dipelajari oleh laki-laki.
Jalan munuju fakultas kedokteran benar-benar tertutup bagi maria. Namun, Maria tidak kehilangan akal.niatnya untuk masuk ke
fakultas Kedokteran ia tangguhkan sementara dan mengambil kuliah di Fakultas
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA). Tentu saja Renilde, ibu maria tidak tinggal diam.
Maria dan ibunya berkisah banyak tentang kesulitan maria memasuki Fakultas
Kedokteran kepada Antonio Stoppani yang pada waktu itu menjadi ilmuwan terkenal
dari universitas Pavia dan Universitas di Milan. Antonio melayangkan surat
pribadi kepada Paus dan ditembuskan kepada Universitas La Sapienza di Roma.
Pada akhirnya
Maria diterima masuk ke Fakultas Kedokteran dengan mengikuti tes tertulis
berbahasa Latin dan Italia. Pada waktu bersamaan, Paus Leo XIII mengeluarkan
pernyataan bahwa profesi sebagai dokter merupakan profesi yang mulia bagi
wanita. Sejak itu, protes masyarakat tentang kehadiran wanita yang ingin
berprofesi sebagai dokter berhenti.[5]
Pada tanggal 10
Juli 1896, Maria lulus dari Fakultas Kedokteran dengan nilai luar biasa. Nilai
maksimal untuk suatu kelulusan seharusnya adalah 100, Maria Montessori lulus
dengan nilai 105. Itulah bukti bahwa Maria memang sangat luar biasa dengan
kepekaan dan karismanya. seperti ditulis Maria kepada seorang sahabatnya[6],
“Aku terkenal bukan karena keahlianku atau kemampuan intelektualku. Aku
terkenalhanya karena keberanianku menjadi berbeda dalam banyak hal. Ini seperti
seseorang yang berharap dan selalu bisa mencapainya. Namun, untuk mencapai
impian tersebut, diperlukan usaha dan pengorbanan yang besar.”
C.
Konsep Maria Montessori Tentang Pendidikan Anak Usia Dini
Maria Montessori adalah seorang ilmuan yang mempelajari anak dengan
observasi dan eksperimen. Beliau yakin bahwa dirinya perlu tahu anak secara
menyeluruh sebelum benar-benar memahami bagaimana perilaku anak. Montessori
menemukan kekuatan tersembunyi yang membuat anak beraktifitas secara spontan.
Observasi Montessori juga menguak komponen anak belajar dimasa pertembuhan.[7]
Maria Montessori yakin bahwa pendidikan dimulai sejak bayi lahir dan tahun-tahun pertama kehidupan anak, yang
merupakan masa-masa formatif, paling penting baik secara fisik maupun mental.
Bahkan, bayi yang kecilpun harus di kenalkan pada orang-orang dan suara-suara,
diajak bercanda dan di ajak bercakap-cakap kalau dia ingin berkembang menjadi
anak yang normal dan bahagia. Seorang bayi mempunyai pikiran yang aktif, yang
tidak hanya secara pasif menunggu instruksi dari orang dewasa, dan menjadi
apatis jika selalu di tinggal sendirian. Melalui proses belajar yang normal dan
secara bertahap, pola-pola prilaku ditetapkan dan kekuatan-kekuatan pikiran
seorang anak secara perlahan ditumbuhkan. Metode yang sesuai dalam tahun-tahun
kelahiran sampai usia enam tahun biasanya akan menentukan kepribadian anak
setelah dewasa, karena perkembangan mental dalam usia-usia awal berjalan dengan
cepat, inilah periode yang tidak boleh disepelahkan.[8]
Meskipun metode Montessori merupakan pedagogi ilmiah, konsep Montessori
tentang watak anak bersifat spiritual, bahkan hampir metafisik. Beliau
mengklaim bahwa tiap-tiap anak ketika lahir memiliki daya psikis, sebuah pengajar
dalam diri yang merangsang pembelajaran. Anak-anak memiliki daya interior untuk
menyerap dan mengasimilasi banyak unsur dari sebuah kebudayaan yang kompleks
tanpa pengajaran langsung.[9] Dari
pada menjangkau ke dalam wilayah spiritual tersebut untuk mendiskripsikan watak
anak-anak, Montessori meninggalkan teori-teori filsafat yang abstrak menuju
metode ilmiah untuk mengungkap pola-pola perkembangan anak. Dengan melakukan
hal ini, beliau menyusun sebuah rangkaian proses pembelajaran yang sepenuhnya mengutamakan
pola-pola pertumbuhan dari perkembangan manusia.[10]
Montessori merupakan sistem revolusioner berdasarkan hukum alam yang
kekal, yaitu pendidikan baru sejak lahir hingga dewasa perlu ditanamkan.
Pendidikan harus direkonstruksi dan didasarkan atas pembahasan dan hukum alam.
Pendidikan tidak didasarkan pada pemahaman dan prasangka orang dewasa. Dr.Maria
Montessori memandang hukum alam berlaku pada anak. Ketika anak diberi motivasi
dan lingkungan yang rapi, anak spontan menunjukkan sikap yang berubah-ubah,
bebas dan alami, anak akan memiliki karakter disiplin, selaras dengan realita,
dan harmoni dengan teman. Oleh Montessori, ini disebut normalisasi, karena
mengungkap kebenaran anak. Dengan demikian pendidikan baru yang beliau
formulasikan menumbuhkan kondisi yang memungkinkan agar anak berkembang secara
optimal.[11]
D. Prinsip-prinsip
Metode Montessori
Dalam metode Montessori ada beberapa aspek pendidikan yang merupakan
prinsip metode Montessori, di antaranya adalah prinsip mendidik anak sendiri,
konsep kebebasan, struktur dan urutan, realitas dan kealamian, keindahan dan
nuansa, serta prinsip permainan montessori.
1. Prinsip mendidik diri sendiri
Masa anak-anak prasekolah merupakan masa
dimana rasa ingin tahu anak sangat besar. Apa yang mereka amati dan mereka
temukan merupakan hal yang menarik bagi mereka. Pada masa tersebut rasa
kehawatiran orang tua juga besar terhadap anak, dimana orang tua merasa hawatir
membiarkan anak mereka bermain sendiri, hawatir akan terjatuh, terluka, dan
lain sebagainya.[12]
Tetapi tidak dengan Montessori yang membiarkan anak bermain sendiri, dengan
begitu dia mengetahui perkembangan yang terjadi pada anak tersebut.[13]
Hal ini merupakan sebuah teknis khusus yang diperlukan bagi para pendidik yang
bertugas memandu peserta didik menuju penguasaan diri yang sempurna. Karena
anak belajar bergerak tidak dengan duduk diam di tempatnya. Seorang anak
menyiapkan dirinya bukan hanya untuk sekolah tapi juga untuk kehidupannya kelak
yakni melakukan aktivitas, pembiasaan, latihan, serta melakukan dengan mudah
tugas-tugas sederhana secara mandiri.[14]
Montessori mementingkan kreativitas anak,
tiap anak mempunyai dorongan dari dalam diri (insting) untuk aktif. Anak selalu
sibuk kecuali dia sakit. Untuk memenuhi insting tersebut Montessori yakin bahwa
dengan perbuatan sendiri atau keaktivan, anak berani menjumpai persoalan yang
ada di hadapannya dan memecahkannya secara cerdas. Teranglah bahwa anak akan
berani berdiri sendiri di tengah-tengah orang lain, karena ia sadar bahwa
segala kecakapan dan ketangkasan yang ada padanya adalah hasil dari usahanya sendiri.[15]
Jika anak tidak memiliki
kecenderungan-kecenderungan regresif (kemunduran/keterbelakangan), maka sifat
alami anak adalah bertujuan kea rah kemandirian fungsional secara langsung dan
penuh semangat. Perkembangan mengambil bentuk sebuah dorongan menuju
kemandirian yang semakin besar. Penguasaan kemandirian anak bermula sejak
perkenalannya dengan kehidupan. Saat dirinya mengalami pertumbuhan, ia
menyempurnakan dirinya dan mengatasi setiap rintangan yang dijumpai di
sepanjang jalan yang ditempuhnya. Sebuah kekuatan vital tengah bekerja di dalam
dirinya, dan memandu upaya-upaya menuju tujuannya.[16]
Jika yang dimaksudkan dengan pendidikan
adalah membantu kehidupan anak yang sedang mengalami perkembangan, maka orang
tua harus bergembira setiap kali anak memperlihatkan bahwa dirinya telah
menguasai tingkat kemandirian yang baru. Segala sesuatu di dunia berciri aktif.
Pada puncaknya hidup adlah aktivitas dan hanya melalui aktivitaslah
kesempurnaan dan penyempurnaan hidup dapat diwujudkan dan diperoleh.[17]
2. Prinsip Lingkungan yang Disiapkan
Pada usia dini anak menyerap segala macam
pengetahuan di lingkungan sekitarnya melalui hidup yang alami setiap hari. Baik
lingkungan keluarga maupun lingkungan dimana ia bermain. Melihat kenyataan yang
demikian dan menyadari akan keunikan anak, maka Montessori menyiapkan
lingkungan yang dikondisikan secara khusus dan menempatkan anak didalamnya
dengan memberikan kebebasan anak untuk tinggal di dalamnya dan menyerap apa
saja yang ditemukan di sana. Adapun lingkungan itu kemudian di kenal dengan
“The Prepared Environment” (lingkungan yang disiapkan).[18]
Mengarahkan perhatian pada lingkungan,
tentu saja mencakup perlengkapan ruang kelas. Modifikasi mendasar pada
perlengkapan dengan membuat meja dengan kaki octagonal yang lebar dan kuat,
dimana meja tersebut sangat kuat dan sangat ringan dan panjangnya cukup untuk
dua sampai tiga anak duduk berdekatan, juga disediakan meja kecil untuk anak
agar dapat bekerja sendirian, kursi-kursi kecil tersebut dari kayu yang juga
sangat ringan dan bentuknya sangat menarik, wastel kecil yang dipasang cukup
rendah sehingga dapat digunakan oleh anak berusia tiga tahun. Pada setiap kelas
dilengkapi dengan serangkaian lemari rendah yang panjang yang husus dirancang
untuk menyimpan bahan-bahan pembelajaran, terdapat pula papan-papan yang
digantung rendah dengan gambar-gambar yang menarik yang dipilih secara
hati-hati yang menampilkan pemandangan sederhana yang dapat menarik minat anak
secara alami.
Dalam lingkungan yang semacam ini anak
memiliki kebebasan bergerak dan melakukan aktivitas dengan mudah. Sesungguhnya
ketidakbergerakan merupakan sesuatu yang menghalangi anak untuk belajar dengan
baik dan akurat, dan menjadikannya tidak terlatih ketika mendapati pada sebuah
lingkungan dengan meja dan kursi yang terpaku di lantai sehingga anak tidak
dapat menggerakkannya. Pada lingkungan yang disiapkan seoarang anak tidak hanya
belajar untuk bergerak dengan baik dan benar, tapi juga untuk memahami alasan
bagi tingkah lakunya. Kemampuan bergerak yang ia peroleh akan berguna bagi
dirinya sepanjang hidup karena ketika masih anak-anak dia mampu mengendalikan
dirinya dengan benar sekaligus dengan kebebasan yang penuh.[19]
Ada beberapa hal yang menjadi karakteristik kelas Montessori. Pertama,
pengelompokkan bauran usia biasanya usia 3, 4, dan 5 tahun digabungkan.
Sebagian
pula usia 6, 7, dan 8 tahun dan seterusnya. Kedua, pengaturan ruangan
dengan rak-rak rendah terbuka berisi banyak materi yang diatur dengan cermat
yang bisa dipilih oleh anak-anak. Ketiga, ruang terbuka dilantai membuat
anak-anak bisa bekerja di lantai. Keempat, Jumlah rak untuk memuat
materi Montessori yang diperlukan lebih banyak dari yang biasanya terlihat pada
model pendidikan lainnya. Kelima, sikap bekerjasama alih-alaih
persaingan dalam menyelesaikan tugas.[20]
3. Prinsip Pentingnya kebebasan
Metode pendidikan Montessori menekankan
terhadap akan pentingnya kebebasan. Karena hanya dalam nuansa atau iklim yang
bebaslah anak dapat menunjukkan dirinya. Orang tua dan guru serta lingkungan
bertanggung jawab dalam dalam membantu perkembangan fisik mereka, oleh karena
itu anak harus disediakan ruang yang bebas dan terbuka. Selain itu, kunci
terjadinya perkembangan yang optimal adalah kebebasan. Montessori mengatakan
bahwa kebebasan sejati adalah suatu konsekuensi dari perkembangan. Jika anak
dihadapkan pada lingkungan yang tepat, dan peluang kepada mereka untuk secara
bebas merespon secara individual terhadap lingkungan tersebut, maka pertumbuhan
alami anak terbuka dalam kehidupan mereka.[21]
Oleh karena itu, perkembangan anak harus
dibantu dengan cara-cara sebagai berikut:
a) Anak hendaknya dibantu memperoleh
kemandirian melalui lingkungannya. Mereka harus diberikan kegiatan-kegiatan
yang dapat mendorong kemandirian. Mereka tidak boleh dibantu orang lain untuk
melakukan sesuatu yang sebenarnya mereka sendiri dapat melakukannya.
b) Anak hendaknya dibantu untuk mengembangkan
kemauan (tekad dan daya juang) dengan cara melatih mereka mengkoordinasikan
tindakannya untuk mencapai suatu tujuan tertentu yang harus di capai.
c) Anak hendaknya dibantu mengembangkan
pemahaman mereka tentang baik dan yang buruk.
Montessori juga selalu mengingatkan untuk
selalu memahami bahwa hanya tindakan yang bersifat destruktif (merusak) yang
hendaknya lebih dibatasi. Semua aktivitas lain yang konstruktif (membangun) ,
apapun itu, dengan cara apapun mereka melakukannya, hendaknya kita perbolehkan
dan diamati serta diarahkan. Disinilah letak poin pokok dari kesiapan ilmiah
dimana seorang pendidik tidak hany membawa sekedar kapasitas tetapi juga harus
membawa hasrat untuk mengamati fenomena yang terjadi di sekitarnya. Seorang
pendidik harus memahami posisinya sebagai pengamat dan aktivitasnya dalam
fenomena tersebut.[22]
4. Struktur dan Keteraturan (Structure and
Order)
Struktur dan keteraturan alam semesta harus
tercermin dalam lingkungan kelas Montessori, dengan demikian anak akan
menginternalisasinya dan akhirnya membangun mental dan intelegensinya sendiri
terhadap lingkungannya. Melalui keteraturan anak akan belajar untuk percaya
pada lingkungan belajar dan belajar untuk berintraksi dengan lingkungannya
dengan cara yang positif. Hanya dalam lingkungan yang dirancang dengan cara
yang tepat dan benar anak dapat mengkategorisasikan persepsinya yang pada
ahirnya nanti akan membentuk pemahaman mereka yang benar terhadap realitas
dunia.
Melalui keteraturan, misalnya anak tau
kemana harus mencari mainan yang ia inginkan. Oleh karena itu, penempatan
barang dan mainan harus dirancan sesuai dengan klasifikasi berdasarkan
ketentuan tertentu. Sebagai contoh, alat bermain ditempatkan dalam rak yang
rendah sehingga terjangkau anak, ditata dengan rapid an teratur sesuai
kategori, begitu juga dengan halnya ruangan kelas, tertata sedemikian rupa
penuh dengan keteraturan.
Keteraturan atau kedisiplinan seorang anak
disini bukanlah berdisiplin yang berarti diam, seorang anak diharuskan
berdisiplin aktif, yakni dengan memahami perbedaan hal yang baik dengan hal
yang buruk, dan tugas seorang pendidik adalah untuk memastikan bahwa anak tidak
mengartikan bahwa baik itu berarti diam dan buruk itu banyak bergerak. Karena
tujuan utama dalam pendidikan adalah keteraturan dalam aktifitas, bekerja, dan
melakukan kebaikan bukan untuk diam dan bersikap pasif.[23]
5. Realitas Dan Alami
Lingkungan pendidikan Montessori didasarkan
atas prinsip realitas dan kealamian, anak harus memiliki kesempatan untuk
menginternalisasikan keterbukaan alam dan realitas supaya mereka terbebas dari
sikap angan-angan (fantasi) atau ilusi baik yang bersifat fisik maupun
psikologis. Untuk kehidupan fisiknya anak perlu bersentuhan dengan
kekuatan-kekuatan perangsang dari alam. Untuk psikisnya seorang pendidik harus
menempatkan jiwa anak untuk bersentuhan dengan kreasi agar anak dapat mengambil
banyak manfaat dari daya-daya pendidikan langsung dari alam hayati. Metode
untuk sampai kepada tujuan ini dengan melihatkan anak dalam kegiatan permainan,
memandunya untuk memelihara tanaman dan hewan, juga membimbingnya kepada
perenungan cerdas tentang alam.[24]
Hanya dengan cara ini mereka mengembangkan
disiplin diri dan keamanan yang diperlukan untuk menggali dunia eksternal dan
internal mereka serta untuk menjadikan mereka pengamat realitas hidup yang
aktif dan apresiatif. Alat bermain dan dan lingkungan dalam kelas Montessori
didasarkan atas konsep realistis. Sebagai contoh, anak dihadapkan dengan telpon
yang sesungguhnya, gelas sebenarnya, setrika, pisau dan lain-lain.[25]
Menurut Montessori, manusia adalah milik alam, begitu pula anak-anak. Mereka
membutuhkan gambaran dunia yang akan mereka hadapi kelak melalui alam. Semua
hal yang diperlukan untuk mengembangkan jiwa dan raga mereka adalah alam
sebenarnya. Jadi, dalam konsep pendidikan Montessori, segala sesuatu harus
dirancang sedemikian rupa agar sealami dan serealistis mungkin, baik lingkungan
indoor maupun outdoor. Montessori percaya bahwa anak pertama kali
harus dihadapkan dengan alam melalui perawatan tanaman dan binatang.[26]
6. Keindahan dan Nuansa
Lingkungan Montessori harus sederhana.
Semua yang ada didalamnya harus memiliki desain dan kualitas yang baik. Tewa
warna harus menunjukkan kegembiraan. Nuansa ruangan harus terkesan santai dan
hangat sehingga mengundang anak untuk bebas berpartisipasi aktif.[27]
Perkakas yang dipakai berbeda dengan
sekolah pada umumnya, karena bentuk dan beratnya disesuaikan dengan kekuatan
dan kebutuhan anak. Kran-kran pencuci tangan tidak terluapkan. Gambar-gambar
yang digantung harus rendah sesuai dengan tinggi anak, menghias dinding-dinding
di atas lemari-lemari kecil yang ada di kelas, didalam kelas tidak ada bangku
melainkan hanya kursi dan meja kecil.[28]
7. Prinsip-prinsip Permainan Montessori (Montessori
Materials)
Montessori materials disini adalah bukan
semata-mata alat permainan, melainkan semua benda yang ada dalam lingkungan.
Tujuan dari semua benda itu bukan bersifat eksternal untuk mengejar
keterampilan anak, tapi utamanya adalah bersifat internal yaitu membantu
perkembangan fisik dan pengembangan diri anak. Oleh karena itu benda atau alat
bermain tersebut sesuai dengan kebutuhan internal anak. Artinya benda-benda
atau alat-alat bermain tersebut harus disajikan atau diberikan pada moment yang
sesuai dengan perkembangan mereka.[29]
E. Tujuan Metode
Montessori
Tujuan utama dalam metode Montessori adalah mempersiapkan anak
mengarungi kehidupan dengan menekankan proses perkembangan anak secara normal
dan maksimal. Dalam kenyataannya belajar pada anak tidak lebih dari
perkembangan mental atau intelektual anak. Dengan kata lain tujuan metode
Montessori dititik beratkan pada keterampilan intelektual secara umum bukan
pada mata pelajaran secara khusus. Metode Montessori berlandaskan pada kondisi
alami penyerapan otak dan perkembangan spontanitas periode sensitive anak untuk
menunjang perkembangan fisik dan psikis, serta mengarahkan anak untuk hidup
sehat dan bebas.
Secara keseluruhan, menurut American Montessori Society (1984). Tujuan
metode Montessori meliputi pengembangan konsentrasi, keterampilan mengamati,
kesadaran memahami tingkatan atau urutan, koordinasi, kesadaran dalam melakukan
persepsi dan keterampilan praktis, konsep yang bersifat matematis, keterampilan
berbahasa, keterampilan membaca dan menulis, terbiasa dengan hal-hal yang
bersifat seni dan kreatif, memahami dunia alam dan lingkungan, memahami ilmu
social, berpengalaman dengan keterampilan yang bersifat teknik menyelesaikan
masalah. Dengan kata lain program Montessori kenyataannya sangat
bertanggung jawab terhadap perkembangan
fisik, social, emosional, dan intelektual anak.[30]
F. Belajar dan
perkembangan menurut motessori
Teori utama tentang cara belajar adalah proses pikiran menyerap (the
absorbent mind) periode sensitive, dan proses normalisasi selain menjadi
pemoles yang menentukan prilaku dan kemampuan, ketiga komponen tersebut
merupakan hakekat kreatifitas seseorang yang lambat laun membentuk kepribadian
dan manusia seutuhnya. Sumber kreativitas alam ini terdiri dari kapasitas
belajar dari dalam diri anak yang disebut pikiran menyerap (absorbent mind)
dan fase perkembangan fisik yang disebut periode sensitive.
William Crain menjelaskan bahwa komponen utama teori Montessori
adalah konsep periode-periode kepekaan. Periode-periode kepekaan (sensitive
periods) mirip dengan periode-periode kritis.
secara genetis mereka sudah diprogram untuk memblokir waktu sehingga pada waktu
tertentu anak begitu ingin dan mampu menguasai tugas-tugas tertentu. Dalam
bukunya Crain menjelaskan satu persatu kerja dalam periode-periode Montessori
tersebut, diantaranya adalah:[31]
1)
Peride kepekaan akan keteraturan (0-3 tahun)
Selama periode kepekaan pertama ini, yang terjadi selama tiga tahun
pertama anak memiliki kebutuhan yang kuat terhadap keteraturan. Segera setalah
memasuki periode ini, mereka menyukai meletakkan objek ditempatnya semula. Jika
sebuah buku atau pena tergeletak bukan pada tempatnya, mereka akan segera
menaruhnya kembali ke tempat semula.
2)
Periode kepekaan akan detail (1-2 tahun)
Anatara usia satu sampai dua tahun, anak-anak memusatkan perhatian
kepada detail selama bermenit-menit. Contohnya,mereka mendeteksi serangga yang
lolos dari perhatian kita. Kepedulian akan detail ini menandakan perubahan di
dalam perkembangan psikis anak.
3)
Periode kepekaan bagi penggunaan tangan (18 bulan-3 tahun)
Periode kepekaan ketiga berisi penggunaan tangan. Antara usia 18
bulan sampai 3 tahun, anak-anak suka memegang objek-objek. Secara khusus mereka
suka membuka dan menutup segala sesuatu, meletakkan objek kedalam kotak, menuangkannya keluar, lalu
memasukannya lagi. Selama dua tahun berikutnya atau lebih, mereka memperbaiki
gerakan dan indera sentuhan mereka.
4)
Periode kepekaan untuk berjalan
Periode kepekaan yang paling mudah dibaca adalah berjalan. Belajar
berjalan, kata Montessori adalah sejenis kelahiran kedua, anak berubah dari
makhluk yang tak berdaya menjadi makhluk yang aktif. Anak-anak didorong oleh
impuls yang tidakbisa dilawan dalam upaya mereka untuk berjalan, dan mereka
berjalan dengan bangga seolah-olah mereka telah menemukan caranya.
5)
Periode kepekaan terhadap bahasa
Periode kepekaan kelima, dan mungkin yang paling menakjubkan
terdiri atas penguasaan bahasa. Apa yang menakjubkan adalah kecepatan belajar
anak dalam menguasai proses kompleks tersebut. untuk mempelajari sebuah bahasa,
mereka harus belajar bukan hanya kata-kata dan maknanya, namun juga
gramatikanya, sebuah sistem aturan yang memberitahukan mereka tempat
bermacam-macam bagian ujaran.
BAB III
KESIMPULAN
Berbicara
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD), kita tidak bisa lepas dari tokoh yang satu
ini Maria Montessori. Dimana telah disinggung diatas bahwa peran dan gagasannya
yang telah mewarnai corak PAUD di dunia. Namun kita juga patut menafsirkan
dengan mengadaptasi tidak sekedar mengadopsi gagasan Maria Montessori tersebut
ketika akan diterapkan dalam PAUD di Indonesia.
Untuk
menjangkau audien yang lebih luas, Montessori menggunakan dua cara utama untuk menyebarkan
metodenya: ceramah dan penerbitan. Sebagai seorang profesor Montessori menjadi
dosen yang ahli dan dia menggunakan ceramah didepan umum untuk menyebarkan
metodenya. Montessori juga ahli dalam menggunakan penerbitan untuk menyebarkan
ide-idenya baik kepada kalangan pendidik maupun kepada kalangan publik.
Pada prinsipnya
secara umum gagasan beliau adalah, bahwa anak dilihat sebagai individu yang
harus dilakukan seoptimal mungkin dalam lingkungan si anak. Kita sebagai orang
dewasa tidak bisa menyepelekan dan meremehkan kemampuan anak. sehingga anak
memilki hak untuk belajar sesuai dengan cara dan metode yang diinginkannya.
DAFTAR PUSTAKA
Crain, William, Teori Perkembangan Konsep dan Aplikasi,
Yogyakrta: Pustaka Pelajar, 2007.
Harjaningrum, Agnes Tri, Peranan Orang Tua dan Praktisi Dalam
Membantu Tumbuh Kembang Anak Berbakat Melalui Pemahaman Teori dan tren
Pendidikan, jakarta: Prenada Media Group, 2007.
Magini, Agustina Prasetyo, Sejarah pendekatan Montessori,
Yogyakarta: KANISIUS, 2013.
Montessori, Maria, Metode Montessori, Terj. Ahmad Lintang
Lazuardi, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2013.
Roopnarine, Jaipaul L. & James E. Johnson, Pendidikan Anak
Usia Dini Dalam Berbagai Pendekatan, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011.
Sujiono, Yuliani Nurani, Konsep dasar Pendidikan Anak Usia Dini,
Jakarta: Indeks, 2009.
Suyadi dan Maulidya Ulfah, Konsep Dasar PAUD, Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2013.
Elizabeth
G. Hainstock, Kenapa Montessori? Keunggulan Metode Montessori Bagi Tumbuh Kembang
anak, Jakarta: Mitra Media,2008.
Maria Montessori, The Montessori Method
“Scientific Pedagogy as Aplied to Child Education In The Children Houses”,
Translate From The Italian by Anne E. George, New York, 1912.
Majalah Ayah Bunda, Menyiapkan Anak masuk
Sekolah,
Poerbakawatja, Soegarda, Ensiklopedi
Pendidikan, Jakarta: Gunung Agung, 1996.
Ag.
Soejono, Aliran Baru Dalam Pendidikan, bandung: CV, Ilmu, 1978.
Montessori,
Maria, The Absorbent Mind, Pikiran Yang Mudah Menyerap, diterjemahkan
oleh Dariyatno, Cetakan1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
Gettman, David, “Basic Montessori:
Learning Actives For Under Fives”, (New York: Santa Martin’s Press, 1987),
Dalam http://www.montessorimom.com/what-montessori-method/,
Patmonodewo, Soemiarti, Pendidikan Anak
Prasekolah, Jakarta: Reineka Cipta, 2003.
[2] Antonio
Stoppani adalah sepupu Renilde, seorang pastor ilmuwan yang menjadi dosen di
Universitas Pavia dan Fakultas Politeknik Milan.
[3] Agustina
Prasetyo Magini, Sejarah pendekatan Montessori . . . Ibid, Hal.
10.
[6] Ibid, hal.
22.
[7] Elizabeth G.
Hainstock, Kenapa Montessori? Keunggulan Metode Montessori Bagi Tumbuh
Kembang anak, (Jakarta: Mitra Media,2008), hal 57.
[9] Maria
Montessori, The Absorbent Mind (Pikiran Yang Mudah Menyerap),
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 7.
[10] Maria
Montessori, The Montessori Method “Scientific Pedagogy as Aplied to Child
Education In The Children Houses”, Translate From The Italian by Anne E.
George, (New York, 1912), hal. 13.
[16] Maria
Montessori, The Absorbent Mind, Pikiran Yang Mudah Menyerap, diterjemahkan
oleh Dariyatno, Cetakan1, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008), hal. 145.
[18] Elizabeth G. Hainstock, kenapa Montessori, keunggulan Metode
Montessori Bagi Tumbuh Kembang Anak (Jakarta: Mitra Media, 2008), hal. 63.
[20] Jaipaul L. Roopnarine & James E. Johnson, Pendidikan Anak
Usia Dini Dalam Berbagai Pendekatan, terj, (Jakarta:
Kencana Prenada Media Group, 2011), Hal. 382.
[21] David gettman, “Basic Montessori: Learning Actives
For Under Fives”, (New York: Santa Martin’s Press, 1987), hal 30. Dalam http://www.montessorimom.com/what-montessori-method/, diakses pada hari sabtu, 19 maret 2016.
[30] David Getman,” Basic Montessori: Learning Activities
For Under Fives”, (New York: Santa Martin’s Press, 1987), Dalam http://www.montessorimom.com/what-montessori-method/, diakses pada hari senin, 21 maret .
[31] William Crain,
Teori Perkembangan, Konsep dan
Aplikasinya, (Yogyakrta:
Pustaka Pelajar, 2007), Hal. 100-102
Tidak ada komentar:
Posting Komentar